Aku selalu berfikir bahwa sudut2 cakrawala tak pernah berhenti memelukmu
karena seringnya ia menggeletakanku
kedalam danau yg bergelimang wangi senyummu
yg tak pernah habis sejak puluhan bulan cahaya.
Sehingga aku, lelaki yang kerap berlari disebelah kereta
menjadi sering berhenti tanpa syarat,
mematung dan terlambat untuk merasa lelah
serta kerap memandang potret hening yang telah kau bawa pada selamanya.
Dan aku juga selalu berfikir
bahwa melemparkan semua isyarat kepadamu
hanya akan meledakkan diriku
menjadi sinar yang tak bisa sampai jauh
dan akan mencegat kebeningan yg sdh diprasatikan
sehingga akhirnya menjadi butir2 keruh
yg menyumbat disetiap tarikan nafas panjang malam.
Sebenarnya, jauh dikekal yang mengendap,
aku kerap mencium embun2 pelangi dari biru yang tak pernah kita warnakan
dan perlahan melepaskan cinta menjadi uap2 kelangit
untuk jatuh kembali menjadi butir2 hujan menembus tanah pengertian.
Aku dan selamanya aku, melarung gandrungku kesepuluh samudera,
membiarkan ombak mengumpulkan setatap demi setatap jingga yang ada didirimu
untuk suatu saat cahaya pagi memahatkannya kembali kedalam hatiku
dan menjadi rusuk kedalam nafasku.
....
untuk semua cinta yang tak pernah bertanda,
aku memang mencintai kamu tanpa syarat,
sangat dan selamanya seperti itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar