Selasa, 23 Agustus 2016

Hanya

Aku memutuskan memetik bunga untukmu
bukan karena aku terlalu rindu
tetapi ini adalah akhir sebuah mimpi
tempat sekejap aku bisa menegurmu
melambaikan tangan
lewat bunga yang dulu pernah jadi namamu








Berlayar

Mencari kamu didalam sungai mimpi
adalah aku yang berkata... 
"lena ini tak habis habis sebagaimana mimpiku tentang kau yg enggan berakhir"

Rabu, 25 Maret 2015

Orkestra Benang Puisi


pagi pagi aku menyulam kenangan dari kertas yang kutuliskan bait puisi semalam
satu persatu benangnya bergantian masuk
bersenandung sajak tentang cinta dan orkestra belahan jiwa
syahdu menderai terasa
limbah penat hilang menyeruak indah didada
kelampun tak berani dekat apalagi lewat karena kemurnian jiwa
teruslah bernyanyi wahai kau benang benang puisi
hidupkan pagi ini dengan sejuta lagu keindahan
bawalah pelangi
bawalah senyum matahari
sertakan capung, kupu kupu serta burung dara di orkestra kecilmu
jangan lupa bunga2 yg pandai merayu
ceriamu hapuskan takdir buruk pagi hari
tembangmu bangkitkan semangat yg terlelap karena pedih peri
bantulah aku membuang mimpi usang yang tak terpakai
dan beri aku peta tentang hari ini



Senin, 23 Maret 2015

Eternal Flame





akulah cinta membara 
yang telah berkali2 kau padamkan...
tapi aku tidak pernah mati, 
tidak 
pernah 
mati...
karena akulah api dari matahari, 
karena akulah angin dari tatapan rembulan,
karena akulah lautan dari sejuta buih kerinduan

MUSIM



Sebuah musim, berlalu membawa keranjang keranjang kenangan
yang tidak pernah usang untuk kembali diperbincangkan.
Selalu ada makna yang mengalir seperti sungai yang tak bisa habis
walau kemarau memakannya berkali kali,
Ada satu ketika aku memanggil musim untuk datang lebih awal,
merayunya
agar dia membawaku dengan sayapnya yang lembut menjulang  menutup senja senja yang samar.
Iapun datang dan tersenyum setelah menatap rapat2 hatiku dengan alisnya yang setebal pelangi,
Dari wajahnya yang polos menyiratkan
bahwa aku bukanlah orang pertama yang meminta agar musim segera datang
untuk membawa sejuta impian yang diketik oleh tangan2 mimpi .....
dari jiwa yang sulit untuk tertidur nyenyak.

"Aku akan mambawamu kemana kau suka,
dengan menutup semua kemungkinan kau tak bisa lagi kembali kesini, "
katanya lembut tapi penuh kepastian

Sungguh ?

Sebuah musin pasti akan berlalu membawa keranjang keranjang kenangan
yang tidak pernah usang untuk kembali diperbincangkan.
Ia akan membawa kita
dan menjadikan kita pengendara pengendara kejadian
layaknya pemain sandiwara tanpa naskah
Tinggal nanti fajar dan senja yang akan menjadi buku catatan
serta saksi hidup semua huruf yang kita baca dan tulis dijalur kehidupan.

Lamat aku berbisik pada musim
"Bisakan kau bawa aku kemasa lalu, dan kekalkan aku disana ?
"Bukankah kau bisa kembali merayap memutar waktu dan ikutkan aku dibalik sayap lebarmu ?

Kafka,
Heningpun berhembus kemudian.

Rumah yang disewa hujan




apakah kaca tak bisa lagi bicara padamu,
sehingga kau meminta hujan untuk menjadi cermin ?
atau karena keteduhan matahari yang mengerjapkan alisnya
membuatmu jadi melenakan cinta ?

jika semua itu sudah jelas melekat didirimu
maka kun...
suatu saat rumahmu akan disewa hujan,
dan kau tak bisa lagi berteduh dibawah matahari.


Jumat, 31 Mei 2013

The Soul


Disebuah senja tempat sirna menggantungkan baju2 kehadiran kini telah menjadi tapal batas antara kata yang diperbuatkan dan keterikatan waktu yg terus memegang untai kain perjalanan. Selalu ada jawab dari semua kekelaman dan juga selalu ada tanya  ketika cahaya menitiskan terangnya kedalam jiwa. 
Apa yang kau ketahui tentang waktu, ujarmu saat itu. Apa yang kau minta dalam waktu, tanyamu kemudian.
Aku tidak bisa menjawab semua tanyamu karena kau juga tercipta dari buluh buluh bathinku yang merenda kembar didalam jiwa. Aku memanggilmu dengan nama kecilku sendiri atau terkadang dengan nama yang hanya aku sebutkan untuk diriku sendiri. Sehingga akupu kerap mengembalikan tanyamu kepada jiwa yang sebenarnya milikku.
Yang bisa aku katakan padamu adalah aku tidak tahu apa2 tentang waktu, ajari dan berjalan sajalah bersamaku. 
Karena musim yang dibuat matahari dan rembulan selalu ada walaupun akhirnya selalu juga lenyap dipijak oleh kaki kehidupan kita sendiri. Jadi yang kubutuhkan adalah bagaimana aku berjalan. bukan segala timpang tanduk buih pertanyaan.
Seperti senja saat ini yang telah menjadi tempat sirna menggantungkan baju2 kehadirannya, selalu saja ada. Bahkan ia ada sebelum aku diciptakan dan tetap ada jika aku tiada.
Coret aku dari daftar philosofis atau pujangga yang kaya dengan kata bersyarat sehingga orang hanya menggangguk tanpa kata2nya dimengerti jiwa. Karena kata2ku adalah kata2mu juga dan kata2 dia yang juga ada kalbu. Kemengertiankulah yang membawa segala pustaka ini akhirya seperti jembatan yang bisa diseberangi jika kau dan aku membuka mata hati.
Dan seperti lahirnya serbuk2 pijar diantara buluh padi yang akhirnya menguning dan dipetik petani, ajari dan berjalan sajalah bersamaku. Dan biar aku yang bertanya padamu.



Senin, 27 Mei 2013

PETA


Pagi ini aku membuat peta tentang diriku sendiri, melukis lukis langit yang tertanam adalam benakku dengan warna yang kuambil dari pelangi di jiwaku  yg berdetak  tatkala aku akan melangkahkan kaki membuka pintu2 dikehidupan hari ini.
Tak banyak yang aku gambarkan, hanya segumpal awan yang berisi harapan-harapan sederhana dan semua itu aku suguhkan lewat kebeningan pagi yang membersit kala aku hirup udaranya
Aku tak sempat berfikir bahwa lukisanku itu nanti akhirnya hanya menjadi sekedar angan2 yang menguap seperti berjuta2 embun didedaunan dini hari yg akhirnya terhisap terik dan hanya membekas basah meninggalkan jejak bahwa pernah ia singgah. 
Aku hanya berharap lukisanku menjadi peta yang pasti aku lalui hari ini. 
Tak ada yang istimewa tentang petaku bagimu atau bagi orang lain. Tapi peta itu  begitu istimewa bagiku. Napas dan langkahku ada disana, juga menjadi bagian dari napas dan langkah orang2 yang aku sayangi.
Aku akan menjadi lemas dan merasa tak berdaya jika akhirnya lukisanku itu benar2 hanya serupa embun.
Mungkin aku akan menangis, paling tidak bathinkulah yang menitikkan kesedihan2 itu.
Karena lewat peta itulah aku nanti akan meniti hari, dan lewat peta itulah langkahku menjalani kehidupan ini